Kamis, 20 Februari 2014

Cara Tayammum Sesuai Sunah Nabi

Cara Tayammum yang Benar, Sesuai dengan Sunah Nabi

 

Pengertian Tayammum

Tayammum secara bahasa artinya sebagai Al Qosdu (القَصْدُ) yang berarti bermaksud atau bertujuan atau memilih. Allah berfirman:
وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ
“Janganlah kalian bersengaja memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan hal itu, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memejamkan mata terhadapnya” (Qs. Al-Baqarah: 267).
Kata
تَيَمَّمُوا
dalam ayat di atas artinya bersengaja, bermaksud, atau bertujuan. (as-Suyuthy & al-Mahali, al-Jalalain, al-Baqarah: 267)
Sedangkan secara istilah syari’at, tayammum adalah tata cara bersuci dari hadats dengan mengusap wajah dan tangan, menggunakan sho’id yang bersih.
Catatan: Sho’id adalah seluruh permukaan bumi yang dapat digunakan untuk bertayammum, baik yang mengandung tanah atau debu maupun tidak.
Dalil Disyari’atkannya Tayammum
Tayammum disyari’atkan dalam islam berdasarkan dalil al-Qur’an, sunnah dan Ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin.
Adapun dalil dari Al Qur’an adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla,
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ
فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ
“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau berhubungan badan dengan perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan permukaan bumi yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu”. (Qs. Al Maidah: 6).
Adapun dalil dari Sunnah, sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu ‘anhu,
الصَّعِيدُ الطَيِّبُ وضُوءُ المُسلِمِ وَإِن لَم يَجِد المَاءَ عَشرَ سِنِين
“Tanah yang suci adalah wudhunya muslim, meskipun tidak menjumpai air sepuluh tahun”. (Abu Daud 332, Turmudzi 124 dan dishahihkan al-Albani)

Media yang dapat Digunakan untuk Tayammum

Media yang dapat digunakan untuk bertayammum adalah seluruh permukaan bumi yang bersih baik itu berupa pasir, bebatuan, tanah yang berair, lembab ataupun kering. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu ‘anhu di atas dan secara khusus,
جُعِلَتِ الأَرْضُ كُلُّهَا لِى وَلأُمَّتِى مَسْجِداً وَطَهُوراً
“Dijadikan permukaan bumi seluruhnya bagiku dan ummatku sebagai tempat untuk sujud dan sesuatu yang digunakan untuk bersuci”. (Muttafaq ‘alaihi)

Keadaan yang Membolehkan Tayammum

Syaikh Dr. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan hafidzahullah menyebutkan beberapa keadaan yang dapat menyebabkan seseorang bersuci dengan tayammum,
  • Jika tidak ada air baik dalam keadaan safar/dalam perjalanan ataupun tidak.
  • Terdapat air dalam jumlah terbatas, sementara ada kebutuhan lain yang juga memerlukan air tersebut, seperti untuk minum dan memasak
  • Adanya kekhawatiran jika bersuci dengan air akan membahayakan badan atau semakin lama sembuh dari sakit
  • Ketidakmapuan menggunakan air untuk berwudhu dikarenakan sakit dan tidak mampu bergerak untuk mengambil air wudhu dan tidak adanya orang yang mampu membantu untuk berwudhu bersamaan dengan kekhawatiran habisnya waktu sholat
  • Khawatir kedinginan jika bersuci dengan air dan tidak adanya yang dapat menghangatkan air tersebut.

Tata Cara Tayammum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Tata cara tayammum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dijelaskan hadits ‘Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhu,
بَعَثَنِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِى حَاجَةٍ فَأَجْنَبْتُ ، فَلَمْ أَجِدِ الْمَاءَ ، فَتَمَرَّغْتُ فِى الصَّعِيدِ كَمَا تَمَرَّغُ الدَّابَّةُ ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَصْنَعَ هَكَذَا » . فَضَرَبَ بِكَفِّهِ ضَرْبَةً عَلَى الأَرْضِ ثُمَّ نَفَضَهَا ، ثُمَّ مَسَحَ بِهَا ظَهْرَ كَفِّهِ بِشِمَالِهِ ، أَوْ ظَهْرَ شِمَالِهِ بِكَفِّهِ ، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku untuk suatu keperluan, kemudian aku mengalami junub dan aku tidak menemukan air. Maka aku berguling-guling di tanah sebagaimana layaknya hewan yang berguling-guling di tanah. Kemudian aku ceritakan hal tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau mengatakan, “Sesungguhnya cukuplah engkau melakukannya seperti ini”.  Kemudian beliau memukulkan telapak tangannya ke permukaan tanah sekali, lalu meniupnya. Kemudian beliau mengusap punggung telapak tangan (kanan)nya dengan tangan kirinya dan mengusap punggung telapak tangan (kiri)nya dengan tangan kanannya, lalu beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.
Dalam salah satu lafadz riwayat Bukhori,
وَمَسَحَ وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ وَاحِدَةً
“Dan beliau mengusap wajahnya dan kedua telapak tangannya dengan sekali usapan”. (Muttafaq ‘alaihi)
Berdasarkan hadits di atas, kita dapat simpulkan bahwa tata cara tayammum beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai berikut.
  • Memukulkan kedua telapak tangan ke permukaan tanah sekali  kemudian meniupnya.
  • Mengusap punggung telapak tangan kanan dengan tangan kiri dan sebaliknya.
  • Kemudian menyapu wajah dengan dua telapak tangan.
  • Semua usapan dilakukan sekali.
  • Bagian tangan yang diusap hanya sampai pergelangan tangan saja
  • Tayammum dapat menghilangkan hadats besar semisal janabah, demikian juga untuk hadats kecil
  • Tidak wajibnya tertib atau berurutan ketika tayammum

Pembatal Tayammum

a. Semua pembatal wudhu juga merupakan pembatal tayammum
b. Menemukan air, jika sebab tayammumnya karena tidak ada air
c. Mampu menggunakan air, jika sebab tayammumnya karena tidak bisa menggunakan air

Catatan:

Orang yang melaksanakan shalat dengan tayammum, kemudian dia menemukan air setelah shalat maka dia tidak diwajibkan untuk berwudhu dan mengulangi shalatnya. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu,
خَرَجَ رَجُلَانِ فِي سَفَرٍ ، فَحَضَرَتْ الصَّلَاةُ – وَلَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ – فَتَيَمَّمَا صَعِيدًا طَيِّبًا ، فَصَلَّيَا ، ثُمَّ وَجَدَا الْمَاءَ فِي الْوَقْتِ ، فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا الصَّلَاةَ وَالْوُضُوءَ ، وَلَمْ يُعِدْ الْآخَرُ ، ثُمَّ أَتَيَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَا ذَلِكَ لَهُ ، فَقَالَ لِلَّذِي لَمْ يُعِدْ : أَصَبْت السُّنَّةَ وَأَجْزَأَتْك صَلَاتُك وَقَالَ لِلْآخَرِ : لَك الْأَجْرُ مَرَّتَيْنِ
Ada dua orang lelaki yang bersafar. Kemudian tibalah waktu shalat, sementara tidak ada air di sekitar mereka. Kemudian keduanya bertayammum dengan permukaan tanah yang suci, lalu keduanya shalat. Setelah itu keduanya menemukan air, sementara waktu shalat masih ada. Lalu salah satu dari keduanya berwudhu dan mengulangi shalatnya, sedangkan satunya tidak mengulangi shalatnya.
Keduanya lalu menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan yang mereka alami. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada orang yang tidak mengulangi shalatnya, “Apa yang kamu lakukan telah sesuai dengan sunnah dan shalatmu sah”. Kemudian Beliau mengatakan kepada yang mengulangi shalatnya, “Untukmu dua pahala.(HR. Abu Daud dan dishahihkan al-Albani)

Di Antara Hikmah Disyari’atkannya Tayammum

Diantara hikmah tayyamum adalah untuk menyucikan diri kita dan agar kita bersyukur dengan syari’at ini. Sehingga semakin nampak kepada kita bahwa Allah sama sekali tidak ingin memberatkan hamba-Nya. Setelah menyebutkan syariat bersuci, Allah mengakhiri ayat tersebut dengan firman-Nya:
مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak menyucikan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (Qs. Al Maidah: 6).
Penyusun: Ustadz Ammi Nur Baits
Artikel www.carasholat.com

MACAM-MACAM NAJIS DAN CARA MENSUCIKANNYA

Posted: 11 Agustus 2010 in pengetahuan
Tag:, , ,


Dalam setiap menjalankan ibadah kita harus suci atau bersih, baik jasmani atau rohani karena itu sebagai syarat sahnya ibadah. untuk rohani, kita terlebih dahulu mengucap 2 kalimat syahadat. untuk jasmani, maka kita perlu bersih dari kotoran atau najis, baik badan maupun pakaian yang kita pakai. untuk membersihkan najis atau kotoran itu kita perlu bersuci (thaharah).
Allah berfirman : “Dan pakaianmu bersihkanlah” (QS al-Mudatsir: 4). “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri (QS al-Baqarah: 222). “Di dalamnya (mesjid) terdapat orang-orang yang bertaubat dan membersihkan diri, sesungguhnya Allah suka kepada orang-orang yang selalu membersihkan diri” (QS at-Taubah: 108).
sering kali kita tak sadar akan keberadaan najis tersebut, kita tentunya tak mau kalau ibadah kita dianggap tidak sah hanya karena najis yang melekat pada badan atau pakaian kita. berikut terdapat bermacam-macam najis dan bagaimana cara untuk mensucikannya:
1. Najis Mukhaffafah (Najis Ringan)
Yang termasuk najis ringan ini adalah air seni atau air kencing bayi laki-laki yang hanya diberi minum asi (air susu ibu) tanpa makanan lain dan belum berumur 2 tahun. Untuk mensucikan najis mukhafafah ini yaitu dengan memercikkan air bersih pada bagian yang kena najis.
2. Najis Mutawassithah (Najis Biasa/Sedang)
Segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur manusia dan binatang/hewan adalah najis biasa dengan tingkatan sedang. Air kencing, kotoran buang air besar, termasuk bangkai (kecuali ikan dan belalang), air susu hewan yang diharamkan untuk memakan dagingnya, khamar, dan lain sebagainya.
Najis Mutawasitah terdiri atas dua bagian, yakni :
- Najis ‘Ainiyah : Jelas terlihat rupa, rasa atau tercium baunya.
- Najis Hukmiyah : Tidak tampat (bekas kencing & miras)
Untuk membuat suci najis mutawasithah ‘ainiyah caranya dengan dibasuh 1 s/d 3 dengan air bersih hingga hilang benar najisnya. Sengankan untuk najis hukmiyah dapat kembali suci dan hilang najisnya dengan jalan dialirkan air di tempat yang kena najis.
3. Najis Mughallazhah (Najis Berat)
Najis mugholazah contohnya seperti air liur anjing, air iler babi dan sebangsanya. Najis ini sangat tinggi tingkatannya sehingga untuk membersihkan najis tersebut sampai suci harus dicuci dengan air bersih 7 kali di mana 1 kali diantaranya menggunakan air dicampur tanah.
Tambahan :
Najis Ma’fu adalah najis yang tidak wajib dibersihkan/disucikan karena sulit dibedakan mana yang kena najis dan yang tidak kena najis. Contoh dari najis mafu yaitu seperti sedikit percikan darah atau nanah, kena debu, kena air kotor yang tidak disengaja dan sulit dihindari. Jika ada makanan kemasukan bangkai binatang sebaiknya jangan dimakan kecuali makanan kering karena cukup dibuang bagian yang kena bangkai saja.
“Sesungguhnya Allah Maha Indah mencintai keindahan, Allah Maha Baik menyukai kebaikan, Allah Maha Bersih mencintai kebersihan. Karena itu bersihkanlah teras rumah kalian dan janganlah kalian seperti orang-orang Yahudi” (HR.Tirmizi). Semoga kita bisa menjaga tubuh dan pakaian kita dari najis sebelum kita melakukan ibadah pada Allah SWT.
Islam For Beginner

Tata Cara Wudhu Sesuai Tuntunan Rasul

Sabtu 19 Rabiulakhir 1434 / 2 Maret 2013 13:50

wudhu Tata Cara Wudhu Sesuai Tuntunan Rasul
SEBAGAI seorang Muslim, tentu kita melaksanakan wudhu setiap hari. Kewajiban shalat lima waktu, menjadikan wudhu juga wajib ketika akan melakukan shalat.
Wudhu’ adalah sebuah sunnah (petunjuk) yang berhukum wajib, ketika seseorang mau menegakkan shalat. Sunnah ini banyak dilalaikan oleh kaum muslimin pada hari ini sehingga terkadang kita tersenyum heran saat melihat ada sebagian diantara mereka yang berwudhu’ seperti anak-anak kecil, tak karuan dan asal-asalan.
Mereka mengira bahwa wudhu itu hanya sekadar membasuh dan mengusap anggota badan dalam wudhu’. Semua ini terjadi karena kejahilan tentang agama, taqlid buta kepada orang, dan kurangnya semangat dalam mempelajari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-.
Tatacara wudhu’ menurut syariat adalah sebagai berikut:
- Menuangkan air dari bejana (gayung) untuk mencuci telapak tangan sebanyak tiga kali ;
- Kemudian menyiduk air dengan tangan kanan lalu berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung dan mengeluarkannya sebanyak tiga kali ;
- Kemudian membasuh wajah sebanyak tiga kali ;
- Kemudian mencuci kedua tangan sampai siku sebanyak tiga kali ;
- Kemudian mengusap kepala dan kedua telinga sekali usap ;
- Kemudian mencuci kaki sampai mata kaki sebanyak tiga kali. Ia boleh membasuhnya sebanyak dua kali atau mencukupkan sekali basuhan saja.
Setelah itu hendaknya ia berdoa:
“Asyhadu allaa ilaaha illallah wahdahu laa syarikalahu wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluhu, Allahummaj ‘alni minat tawwabiin waj’alni minal mutathahhiriin.”
Artinya: “Saya bersaksi bahwa tiada ilaah yang berhak disembah dengan benar selain Allah semata tiada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Yaa Allah jadikanlah hamba termasuk orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri.
Adapun sebelumnya hendaklah ia mengucapkan ‘bismillah’ berdasarkan hadits yang berbunyi:
“Tidak sempurna wudhu’ yang tidak dimulai dengan membaca asma Allah (bismillah).”
(H.R At-Tirmidzi 56)

(Dinukil dari Fatawa Lajnah Daimah juz V/231. Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta, Dewan Tetap Arab saudi untuk riset-riset ilmiyah dan fatwa)
Kewajiban-kewajiban Wudhu’
Para ulama fiqih telah menerangkan bahwa wudhu memiliki kewajiban-kewajiban, yakni anggota-anggota badan yang harus dan wajib dibasuh (dicuci). Kewajiban-kewajiban tersebut adalah:
1. Membasuh wajah. Termasuk wajah, adalah hidung, dan mulut.
2. Membasuh kedua tangan sampai kepada dua siku.
3. Mengusap kepala (termasuk kepala, adalah kedua telinga kita)
4. Membasuh kedua kaki sampai kepada kedua mata kaki
5. Melakukannya secara berurutan sesuai yang disebutkan dalam Al-Qur’an  (QS. Al-Maa’idah : 6)
6. Dilakukan secara beruntun, tanpa selang waktu yang lama.
Inilah enam furudh (kewajiban) bagi wudhu’ yang harus kita penuhi. Kapan ada salah satunya yang tak terpenuhi, maka wudhu’ kita tak sah, walaupun berwudhu’ beribu-ribu kali. Enam perkara ini telah disebutkan oleh Allah dan Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-.
“Orang yang tangan atau kakinya terpotong, maka ia mencuci bagian yang tersisa yang wajib dicuci. Dan apabila tangan atau kaki-nya itu terpotong semua maka cukup mencuci bagian ujungnya saja.”
Allah -Azza wa Jalla- berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki,” (QS. Al-Maa’idah : 6). [kaahil]

 

Jenis-jenis Thaharah

fineartamerica.com
Thaharah itu bersuci dari sesuatu yang tidak suci. Dan sesuatu yang tidak suci itu bisa kita bagi menjadi dua macam jenis. Pertama, ketidak-sucian yang bersifat fisik, yaitu najis.
Kedua, ketidak-sucian yang bersifat hukum, yaitu hadats. Jadi thaharah itu pada hakikatnya adalah mensucikan diri dari najis atau dari hadats. Thaharah dari najis sering diistilahkan dengan thaharah hakiki. Sedangkan thaharah dari hadats sering disebut dengan istilah thaharah hukmi.
1. Thaharah Dari Najis
Berthaharah dari benda najis itu artinya bagaimana tata ritual yang benar sesuai dengan ketentuan syariah untuk bersuci dari benda-benda najis yang terkena, baik pada badan, pakaian atau tempat ibadah.
a. Jenis Najis
Para ulama membagi najis dengan berbagai kriteria.
Yang paling umum, najis dibagi berdasarkan tingkat kesulitan dalam mensucikannya, yaitu najis berat, sedang dan ringan.
Najis ringan adalah najis yang cara mensucikannya terlalu ringan, yaitu sekedar dipercikkan air saja. Sedangkan najis sedang adalah najis yang umumnya kita kenal, bisa hilang apa bila telah dilakukan berbagai macam cara seperti mencuci dan sebagainya, sehingga tiga indikatornya hilang. Ketiga indikator itu adalah warna, rasa dan aroma.
Najis yang berat adalah najis yang tata cara ritual yang dibutuhkan untuk mensucikannya terbilang cukup berat. Tidak cukup hanya hilang ketiga indikatornya saja, tetapi harus dicuci secara ritual sebanyak 7 kali dengan air, dimana salah satunya harus menggunakan tanah.
b. Tata Cara
Tata cara mensucikan najis ada banyak, seperti mencuci, menyiram, memercikkan air, mengeringkan, memberi tambahan air yang banyak, mengelap dengan kain, termasuk juga dengan mengkeset-kesetkan ke tanah, dan sebagainya.
2. Thaharah Dari Hadats
Berthaharah dari hadats adalah tata cara ritual yang didasarkan pada syariat Islam tentang bersuci dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar.
a. Jenis Hadats
Para ulama sepakat untuk membagi hadats menjadi dua, yaitu hadats kecil dan hadats besar. Masing-masing terjadi bila terjadi hal-hal tertentu, yang nanti akan dijelaskan dalam bab-bab berikutnya.
b. Tata Cara
Tata cara mengangkat hadats atau mensucikan diri dari hadats ada tiga macam.
Ritual yang pertama dengan cara berwudhu. Ritual ini tujuan dan fungsinya khusus untuk mensucikan diri dari hadats kecil saja.
Ritual kedua adalah mandi janabah. Ritual untuk berfungsi untuk mensucikan diri dari hadats besar, juga sekaligus berfungsi untuk mengangkat hadats kecil juga. Sehingga seseorang yang sudah melakukan mandi janabah, pada dasarnya tidak perlu lagi berwudhu’.
Ritual ketiga adalah tayammum. Ritual ini hanya boleh dikerjakan tatkala tidak ada air sebagai media untuk berwudhu’ atau mandi janabah. Tayammum adalah bersuci dengan menggunakan media tanah, berfungsi mensucikan diri dari hadats kecil dan juga hadats besar.
Referensi: Fiqih wal Hayah


   MACAM MACAM HUKUM

 

1.AL AHKAM AL KHOMSAH (Hukum Lima)

            Hukum itu ada 5 macam, yaitu : Wajib, Haram, Sunnat, Makruh, dan Mubah. Inilah yang dimaksud dengan  Al Ahkam Al Khomsah (Hukum Lima).

a.Wajib

            Wajib adalah sesuatu yang apabila menjalankan mendapat pahala dan apabila meninggalkannya mendapat siksa.
 Contoh: Sholat 5 waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan dan sebagainya.
 Jadi wajib itu suatu keharusan yang ada hubungannya dengan siksa dan pahala.

b.Haram

            Haram adalah sesuatu apabila menjalankannya mendapat siksa, dan apabila meninggalkan sesuatu tadi mendapat pahala. Jadi haram itu kebalikan dari wajib.
Contoh: Makan bangkai dan juga diharamkan makan darah, begitu juga di haramkan benda-benda najis.

c.Sunnat

            Sunnat adalah sesuatu apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak disiksa.
Contoh: Sholat dhuha dan sholat tahajud.

d.Makruh

Makruh adalah sesuatu apabila meninggalkannya mendapat pahala dan apabila menjalankannya tidak disiksa.
Contoh: Makan dengan bersandaran, menghembus minuman ketika hendah minum karena minuman tadi masih panas misalnya.

e.Mubah

            Mubah adalah sesuatu apabila menjalankannya tidak mendapat pahala dan apabila meninggalkannya tidak disiksa.
Jadi mubah tidak ada sangkut pautnya dengan pahala dan siksa, berarti dijalankan boleh, tidak dijalankan juga boleh. Dan boleh juga sesuatu yang mubah itu disebut HALAL dan sering juga disebut dengan JAIZ. Jadi halah, mubah, dan jaiz mempunyai arti satu (Irsyadul Fuhul).
Contoh:Makan dan minum hukumnya mubah.

2.SHAHEH

              Shaheh (syah) adalah sesuatu perbuatan apabila telah mencukupi syarat dan rukunnya.
Segala perbuatan manusia hendaklah selalu dijalankan menurut syarat dan rukunnya, agar supaya perbuatannya dihukumi syah, artinya sudah menurut hukum.

3.BATHAL

            Bathal adalah sesuatu yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya. Artinya sesuatu tadi dihukumi belum sempurna karena tidak mencukupi syarat dan rukunnya, menjadilah hukumnya sesuatu tadi bathal, artinya tidak syah atau tidak jadi.
Contoh:Perkawinan yang tidak memakai wali hukumnya bathal (tidak syah) sebab wali termasuk rukun nikah.

4.FASID

            Fasid adalah sesuatu yang melanggar pantangan syara’.
misalnya diwaktu ihram haji orang melakukan perkawinan ini hukumnya fasid ya’ni rusak alias tidak syah perkawinanya. Jual beli yang melanggar syara’ juga dihukumi fasid yang berarti tidak syah juga.

5.AZIMAH

            Azimah adalah sesuatu keharusan yang tidak boleh ditinggalkan oleh orang mukallaf dengan mutlak sepanjang masa. Yang dimaksud dengan mukallaf adalah orang islam yang sudah baligh dan berakal sehat.
contoh azimah misalnya shalat, puasa, dan sebagainya.

6.RUKHSHAH

            Rukhshah adalah suatu kemurahan sebagai pengganti keharusan karena ada sesuatu sebab dan berlaku didalam saat yang tertentu pula.
contoh:Orang boleh menjalankan tayammum sebagai pengganti wudhu apabila terdapat sebab misalnya tidak ada air, apabila sudah ada air tidak diperbolehkan menjalankan tayammum.

7.RUKUN

            Rukun adalah perkara-perkara yang menyebabkan syahnya suatu perbuatan sedangkan perkara itu termasuk lingkungan perbuatan tersebut.
contoh:Membasuh muka itu termasuk rukunnya wudhu, artinya wudhu itu di anggap syah apabila disertai dengan membasuh muka, dan membasuh muka itu termasuk rangkaian perbuatan wudhu.

8.SYARAT

            Syarat adalah perkara-perkara yang menyebabkan syahnya suatu perbuatan sedangkan perkara itu tidak termasuk perbuatan tersebut. Artinya berada diluar perbuatan tersebut.
contoh:Wudhu itu menjadi syarat-syarat sholat , artinya sholat yang tidak disertai wudhu maka sholat itu tidak syah, tetapi wudhu tidak termasuk perbuatan sholat, wudhu adalah wudhu, sholat adalah sholat.
contoh lain: Menghadap kiblat itu adalah menjadi syaratnya sholat, artinya sholat yang tidak menghadap kiblat adalah tidak syah, tetapi menghadap kiblat tidak termasuk perbuatan sholat.